Persiapkan Dana Pendidikan Anak Anda Hanya di Prudential, Benefit yang Anda Terima : Nilai Tunai (Investasi/Dana Pensiun/Dana Pendidikan), Free Rawat Inap , Uang Tunai setelah Rawat Inap, Santunan Penyakit Kritis, Bebas Premi Jika Tertannggung Utama Menderita Sakit Kritis, Jaminan Gaji*, Santunan Cacat Karena Kecelakaan, Santunan Meninggal. MAU??? Silahkan Isi Form Permohonan Ilustrasi Atau Call +6221 - 4037 1138.

Klik Untuk Langganan Info Update PRUDENTIAL
Selamat Datang Para Pengunjung Blog. Semoga Informasi yang ada bermanfaat buat anda. Jika menurut Anda Blog ini bermanfaat Silahkan "LIKE" "Follow" atau Share Ingin Langganan Artikel Gratis klik DISINI Silahkan Meninggalkan Jejak Kunjungan di BUKU TAMU untuk mendapatkan Kunjungan Balik dari Saya.

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda GRATIS!

1. Masukan email dan klik Langganan

2. Masuk ke email sobat untuk verifikasi berlangganan Artikel Adi Prudential :

Tabarru’ Dalam Asuransi Syariah

Subscribe

Tabarru` (Hibah/Dana Kebajikan)
Tabarru` berasal dari kata tabarra`a- yatabarra`u – tabarru`an, artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri`(dermawan)[1]. Tabarru` (hibah) merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.[2]
Jumhur ulama mendefinisikan tabarru` (hibah/pemberian) dengan: “Akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada
orang lain secara sukarela[3]
Niat tabarru` (dana kebajikan) dalam akad asuransi syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara` dalam melepaskan diri dari praktek gharar yang diharamkan  oleh Allah SWT. Dalam al-Quran kata tabarru` tidak ditemukan akan tetapi tabarru` dalam artian dana kebajikan dari kata al-birr (kebajikan) dapat ditemukan misalnya dalam al-Quran surat al-Baqarah:177 sebagai berikut:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan ) hamba sahaya……dan seterusnya” (QS. Al-Baqarah, 2:177)
Tabarru`  dalam makna hibah atau pemberian, dapat kita lihat dalam firman Allah surat an-Nisa` dan hadits nabi  berikut ini:
“…  Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu …” (QS.an Nisa` 4:4)
“Saling memberi hadiahlah kemudian saling mengasihi” (HR.Bukhari, Nasa`i, Hakim, dan Baihaqi)
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم عن أبي هريرة).
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
مَثَلُلْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مِثْلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى (رواه مسلم عن النعمان بن بشير)
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (رواه مسلم عن أبي موسى)
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
مَنْ وَلِيَ يَتِيْمًا لَهُ مَالٌ فَلْيَتَّجِرْ بِهِ، وَلاَ يَتْرُكْهُ حَتَّى تَأْكُلَهُ الصَّدَقَةُ (رواه الترمذي والدار قطني والبيهقي من حديث عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده عبد الله بن عمرو بن العاص)
“Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari  kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).
Baik ayat maupun hadits diatas, menurut jumhur ulama, menunjukkan (hukum) anjuran untuk saling membantu antar sesama manusia, Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang mempunyai kelebihan harta untuk menghibahkannya kepada saudara-saudaranya yang memerlukan[4]
Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru` bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila ada diantaranya yang mendapat musibah, dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru` yang sudah diniatkan  oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong menolong[5]. Karena itu dalam akad tabarru`, pihak yang memberi dengan ikhlas memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah swt. Hal ini berbeda dengan akad muawwadah dalam asuransi (konvensional) dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada orang berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya.[6]
Akad tabarru` adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola[7].
Mendermakan sebagian harta dengan tujuan untuk membantu seseorang dalam menghadapi kesusahan sangat dianjurkan dalam agama Islam. Penderma (mutabarri`) yang ikhlas akan mendapat ganjaran pahala yang sangat besar, sebagaimana firman Allah swt dalam al Quran:
“Perumpamaan derma orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah serupa  dengan benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunianya lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah 2:261)
Dan ketinggian martabat orang yang membantu saudara-saudaranya yang telah mendapat kesulitan digambarkan dalam hadits  Nabi:
“Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya Allah akan memenuhi hajatnya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud)
Dan Allah swt memudahkan dan melapangkan jalan bagi orang-orang yang senantiasa menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah:
Al-Lail, 92:5
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan ALLAH) dan bertakwa,
Al-Lail, 92:6
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
Al-lail, 92:7
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah,
Al-lail, 92:8
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
Al-lail, 92:9
serta mendustakan pahala yang terbaik,
Al-Lail, 92:10
maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Syaikh Husain Hamid Hisan, menggambarkan “akad-kad tabarru` “ sebagai cara yang disyari’atkan Islam untuk mewujudkan ta’awun dan tadhamun. Dalam akad tabarru` orang yang menolong dan berderma (mutabarri’) tidak berniat mencari keuntungan dan tidak menuntut “pengganti” sebagai imbalan dari apa yang telah ia berikan. Karena itulah  akad-akad tabarru’ ini dibolehkan. Hukumnya dibolehkan  karena jika barang/sesuatu yang ditabarru’kan hilang atau rusak di tangan  orang yang diberi derma tersebut –dengan sebab gharar atau jahalah atau sebab lainnya—maka tidak akan merugikan dirinya, karena ia (orang yang menerima pemberian/derma tersebut) tidak memberikan pengganti sebagi imbalan derma yang diterimanya. Syaikh Hisan mencontohkan jika si A diberi sepatu, tetapi sepatu tersebut belum jelas (gharar misalnya) atau sepatunya rusak atau kekecilan atau juga sepatunya hilang. Maka ia (si A) tidak merasa rugi sama sekali, karena ia tidak memberikan pengganti sepatu tersebut. Berbeda dengan akad-akad mu’awadah, jika barang yang dimu’awadhahkan hilang di tangan orang yang menerimanya, maka ia akan mengalami kerugian karena ia harus membayar penggantinya.[8]
Mohd.Fadzli Yusof, CEO Syarikat Takaful Malaysia SDN BHD[9] menjelaskan manfaat dan batasan penggunaan dana tabarru` sebagai berikut: Secara umum tabarru`mempunyai pengertian yang luas . Dana tabarru` boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis Takaful, karena melalui akad khusus maka kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta takaful saja. Dengan kata lain bahwa kumpulan dana tabarru` hanya dapat digunakan untuk kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat musibah. Sekiranya dana tabarru` tersebut digunakan untuk kepentingan lain, ini berarti melanggar syarat akad.
Wahbah Al Zuhaili, kemudian mengatakan tidak diragukan lagi bahwa asuransi ta`awuni (tolong menolong) dibolehkan  dalam syariat Islam, karena hal itu termasuk akad tabarru` dan sebagai bentuk tolong- menolong dalam kebaikan karena setiap peserta membayar kepesertaannya (preminya) secara sukarela untuk meringankan dampak resiko dan memulihkan kerugian  yang dialami salah seorang peserta asuransi.[10]
Pada buku yang lain Wahbah Al-Zuhaili mengatakan:
فَالْمَبْلَغُ الَّذِيْ يَدْفَعُهُ الْمُشْتَرِكُ يَكُوْنُ تَبَرُّعًا مِنْهَ لِلشِّرْكَةِ، يُعَانُ مِنْهُ الْمُحْتَاجُ بِحَسَبِ النِّظَامِ الْمُتَّفَقِّ عَلَيْهِ، وَالشِّرْكَةُ تُقَدِّمُهُ بِصِفَةِ تَبَرُّعٍ أَوْ هِبَةٍ مَحْضَةٍ مِنْ غَيْرِ مُقَابِلٍ أَوْ عِوَضٍ. (المعاملات المالية المعاصرة،
Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah,  [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
2)       وَالتَّخْرِيْجُ الْفِقْهِيُّ لِتَبادُلِ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعِ فِيْ عَقْدِ التَّأْمِيْنِ التَّعَاوُنِيِّ أَسَاسُهُ قَاعِدَةُ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعَاتِ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ. (نظام التأمين لمصطفى الزرقاء، ص. 58-59، عقود التأمين وعقود ضمان الاستثمار لأحمد السعيد شرف الدين ص.244-247، التأمين بين الحظر والإباحة لسعدي أبي جيب، ص.53)
Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).


[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82
[3] Asy-Syarbani al Khathib, Mughni al Muhtal, Dar Fikr, Beirut, 1978, Jilid II, hal 296. Saya kutip dari Nasrun Harun, Ibid, hal 82
[4] As-Sarakhsi, al-Mabsuth, Dar al Fikr, Beirut, 1980, Jilid 13, hal 48. Saya kutib dari Nasrun Harun, Op., Ci., hal 83
[5] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 12
[6] Jafril Khalil, Asuransi Dalam Hukum Islam  (Makalah Workshop Asuransi Syariah), IBI, 2003, hal 12
[7] Defenisi tabarru` menurut Fatwa DSN-MUI, No:21/DSN-MUI/X/2001
[8] Musain Hamid hisan, Op., Cit., hal 136
19 M.Fadzli Yusof.Takaful Sistem Insurans Islam.Utusan Publication and Distributor SDN BHD.1996.Malaysia,hal 22
[10] Wahbah Al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar El Fikr, Libanon, 1996, IV, hal 445

[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82

Best Regard
Supriadi
0856 9 850 950
http://agen-prudential-tangerang.blogspot.com/

Artikel Terkait

No comments:

Pasang Emoticon Anda!

Post a Comment

Mohon Commen menggunakan kata-kata yang sopan, tidak mengandung Unsur sara, Dilarang Menghina atau Melecehkan Pihak manapun. Jika blog ini bermanfaat buat sobat dan ingin berlangganan artikel Gratis Klik Disini.atau mau "LIKE" "dan Follow" Juga Boleh Kok

New Artikel