Tabarru` (Hibah/Dana Kebajikan)
[5] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 12
[6] Jafril Khalil, Asuransi Dalam Hukum Islam (Makalah Workshop Asuransi Syariah), IBI, 2003, hal 12
[7] Defenisi tabarru` menurut Fatwa DSN-MUI, No:21/DSN-MUI/X/2001
[8] Musain Hamid hisan, Op., Cit., hal 136
19 M.Fadzli Yusof.Takaful Sistem Insurans Islam.Utusan Publication and Distributor SDN BHD.1996.Malaysia,hal 22
[10] Wahbah Al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar El Fikr, Libanon, 1996, IV, hal 445
[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
Best Regard
Supriadi
0856 9 850 950
http://agen-prudential-tangerang.blogspot.com/
Tabarru` berasal dari kata
tabarra`a- yatabarra`u – tabarru`an, artinya sumbangan, hibah, dana
kebajikan atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri`(dermawan)[1].
Tabarru` (hibah) merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang
lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta
itu dari pemberi kepada orang yang diberi.[2]
Jumhur ulama mendefinisikan tabarru`
(hibah/pemberian) dengan: “Akad yang mengakibatkan pemilikan harta,
tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada
orang lain secara sukarela[3]
orang lain secara sukarela[3]
Niat tabarru` (dana kebajikan)
dalam akad asuransi syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan
oleh syara` dalam melepaskan diri dari praktek gharar yang diharamkan
oleh Allah SWT. Dalam al-Quran kata tabarru` tidak ditemukan akan tetapi tabarru` dalam artian dana kebajikan dari kata al-birr (kebajikan) dapat ditemukan misalnya dalam al-Quran surat al-Baqarah:177 sebagai berikut:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan )
hamba sahaya……dan seterusnya” (QS. Al-Baqarah, 2:177)
Tabarru` dalam makna hibah atau pemberian, dapat kita lihat dalam firman Allah surat an-Nisa` dan hadits nabi berikut ini:
“… Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu …” (QS.an Nisa` 4:4)
“Saling memberi hadiahlah kemudian saling mengasihi” (HR.Bukhari, Nasa`i, Hakim, dan Baihaqi)
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ
عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم عن أبي هريرة).
“Barang siapa melepaskan dari seorang
muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan
darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama
ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
مَثَلُلْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مِثْلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ
عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى (رواه مسلم
عن النعمان بن بشير)
“Perumpamaan orang beriman dalam
kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu);
jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut
menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (رواه مسلم عن أبي موسى)
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
مَنْ وَلِيَ يَتِيْمًا لَهُ مَالٌ
فَلْيَتَّجِرْ بِهِ، وَلاَ يَتْرُكْهُ حَتَّى تَأْكُلَهُ الصَّدَقَةُ (رواه
الترمذي والدار قطني والبيهقي من حديث عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده عبد
الله بن عمرو بن العاص)
“Barang siapa mengurus anak yatim
yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah
membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat
dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).
Baik ayat maupun hadits diatas, menurut
jumhur ulama, menunjukkan (hukum) anjuran untuk saling membantu antar
sesama manusia, Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang
mempunyai kelebihan harta untuk menghibahkannya kepada
saudara-saudaranya yang memerlukan[4]
Dalam konteks akad dalam asuransi
syariah, tabarru` bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas
untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful
(asuransi syariah) apabila ada diantaranya yang mendapat musibah, dana
klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru` yang sudah
diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi
syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong menolong[5].
Karena itu dalam akad tabarru`, pihak yang memberi dengan ikhlas
memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang
yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah swt. Hal ini berbeda dengan
akad muawwadah dalam asuransi (konvensional) dimana pihak yang
memberikan sesuatu kepada orang berhak menerima penggantian dari pihak
yang diberinya.[6]
Akad tabarru` adalah semua bentuk akad
yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata
untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan
hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah. Sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola[7].
Mendermakan sebagian harta dengan tujuan
untuk membantu seseorang dalam menghadapi kesusahan sangat dianjurkan
dalam agama Islam. Penderma (mutabarri`) yang ikhlas akan mendapat
ganjaran pahala yang sangat besar, sebagaimana firman Allah swt dalam al
Quran:
“Perumpamaan derma orang-orang yang
menafkahkan hartanya dijalan Allah serupa dengan benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas karunianya lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah 2:261)
Dan ketinggian martabat orang yang membantu saudara-saudaranya yang telah mendapat kesulitan digambarkan dalam hadits Nabi:
“Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya Allah akan memenuhi hajatnya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud)
Dan Allah swt memudahkan dan melapangkan jalan bagi orang-orang yang senantiasa menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah:
Al-Lail, 92:5
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan ALLAH) dan bertakwa,
Al-Lail, 92:6
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
Al-lail, 92:7
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah,
Al-lail, 92:8
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
Al-lail, 92:9
serta mendustakan pahala yang terbaik,
Al-Lail, 92:10
maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Syaikh Husain Hamid Hisan, menggambarkan
“akad-kad tabarru` “ sebagai cara yang disyari’atkan Islam untuk
mewujudkan ta’awun dan tadhamun. Dalam akad tabarru` orang yang menolong
dan berderma (mutabarri’) tidak berniat mencari keuntungan dan tidak
menuntut “pengganti” sebagai imbalan dari apa yang telah ia berikan.
Karena itulah akad-akad tabarru’ ini dibolehkan. Hukumnya dibolehkan
karena jika barang/sesuatu yang ditabarru’kan hilang atau rusak di
tangan orang yang diberi derma tersebut –dengan sebab gharar atau
jahalah atau sebab lainnya—maka tidak akan merugikan dirinya, karena ia
(orang yang menerima pemberian/derma tersebut) tidak memberikan
pengganti sebagi imbalan derma yang diterimanya. Syaikh Hisan
mencontohkan jika si A diberi sepatu, tetapi sepatu tersebut belum jelas
(gharar misalnya) atau sepatunya rusak atau kekecilan atau juga
sepatunya hilang. Maka ia (si A) tidak merasa rugi sama sekali, karena
ia tidak memberikan pengganti sepatu tersebut. Berbeda dengan akad-akad
mu’awadah, jika barang yang dimu’awadhahkan hilang di tangan orang yang
menerimanya, maka ia akan mengalami kerugian karena ia harus membayar
penggantinya.[8]
Mohd.Fadzli Yusof, CEO Syarikat Takaful Malaysia SDN BHD[9]
menjelaskan manfaat dan batasan penggunaan dana tabarru` sebagai
berikut: Secara umum tabarru`mempunyai pengertian yang luas . Dana
tabarru` boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang mendapat
musibah. Tetapi dalam bisnis Takaful, karena melalui akad khusus maka
kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta takaful saja. Dengan kata
lain bahwa kumpulan dana tabarru` hanya dapat digunakan untuk
kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat musibah. Sekiranya
dana tabarru` tersebut digunakan untuk kepentingan lain, ini berarti
melanggar syarat akad.
Wahbah Al Zuhaili, kemudian mengatakan
tidak diragukan lagi bahwa asuransi ta`awuni (tolong menolong)
dibolehkan dalam syariat Islam, karena hal itu termasuk akad tabarru`
dan sebagai bentuk tolong- menolong dalam kebaikan karena setiap peserta
membayar kepesertaannya (preminya) secara sukarela untuk meringankan
dampak resiko dan memulihkan kerugian yang dialami salah seorang
peserta asuransi.[10]
Pada buku yang lain Wahbah Al-Zuhaili mengatakan:
فَالْمَبْلَغُ الَّذِيْ يَدْفَعُهُ
الْمُشْتَرِكُ يَكُوْنُ تَبَرُّعًا مِنْهَ لِلشِّرْكَةِ، يُعَانُ مِنْهُ
الْمُحْتَاجُ بِحَسَبِ النِّظَامِ الْمُتَّفَقِّ عَلَيْهِ، وَالشِّرْكَةُ
تُقَدِّمُهُ بِصِفَةِ تَبَرُّعٍ أَوْ هِبَةٍ مَحْضَةٍ مِنْ غَيْرِ
مُقَابِلٍ أَوْ عِوَضٍ. (المعاملات المالية المعاصرة،
“Sejumlah dana (premi) yang
diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari
peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu
peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan
perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah
murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
2) وَالتَّخْرِيْجُ الْفِقْهِيُّ
لِتَبادُلِ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعِ فِيْ عَقْدِ التَّأْمِيْنِ
التَّعَاوُنِيِّ أَسَاسُهُ قَاعِدَةُ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعَاتِ
عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ. (نظام التأمين لمصطفى الزرقاء، ص. 58-59، عقود
التأمين وعقود ضمان الاستثمار لأحمد السعيد شرف الدين ص.244-247، التأمين
بين الحظر والإباحة لسعدي أبي جيب، ص.53)
“Analisis fiqh terhadap
kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam
akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan
tabarru’” dalam mazhab Malik”. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).
[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82
[3]
Asy-Syarbani al Khathib, Mughni al Muhtal, Dar Fikr, Beirut, 1978,
Jilid II, hal 296. Saya kutip dari Nasrun Harun, Ibid, hal 82
[4] As-Sarakhsi, al-Mabsuth, Dar al Fikr, Beirut, 1980, Jilid 13, hal 48. Saya kutib dari Nasrun Harun, Op., Ci., hal 83[5] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 12
[6] Jafril Khalil, Asuransi Dalam Hukum Islam (Makalah Workshop Asuransi Syariah), IBI, 2003, hal 12
[7] Defenisi tabarru` menurut Fatwa DSN-MUI, No:21/DSN-MUI/X/2001
[8] Musain Hamid hisan, Op., Cit., hal 136
19 M.Fadzli Yusof.Takaful Sistem Insurans Islam.Utusan Publication and Distributor SDN BHD.1996.Malaysia,hal 22
[10] Wahbah Al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar El Fikr, Libanon, 1996, IV, hal 445
[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82
Best Regard
Supriadi
0856 9 850 950
http://agen-prudential-tangerang.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment
Mohon Commen menggunakan kata-kata yang sopan, tidak mengandung Unsur sara, Dilarang Menghina atau Melecehkan Pihak manapun. Jika blog ini bermanfaat buat sobat dan ingin berlangganan artikel Gratis Klik Disini.atau mau "LIKE" "dan Follow" Juga Boleh Kok